Jumat, Februari 20, 2009

Kesehatan

Vitamin B12, Lindungi Otak dan Cegah Pikun

MENGHADAPI orang pikun atau pelupa jelas bukan persoalan mudah. Apalagi yang kita hadapi orang tua. Karena itu agar tidak sampai mengalami masalah seperti ini, tambahan suplemen vitamin bisa membantu mengurangi gangguan ini. Menurut para peneliti dari Universitas Oxford di Inggris, vitamin B12 dikatakan dapat melindungi otak agar tetap gembung, tidak menyusut, dan volumnya tetap utuh.Para ilmuwan ini meneliti sekurangnya 107 orang berusia 61 hingga 87 tahun. Mereka termasuk normal dan tidak mempunyai gangguan daya ingat atau memori. Rata-rata usia peserta adalah 73 dan 54 persennya wanita. Para ilmuwan ini mengumpulkan sampel darah untuk mengecek kadar vitamin B12, nutrisi yang bisa kita peroleh dari daging, ikan, dan susu. Para partisipan ini menjalani pemindaian otak setiap tahun menggunakan MRI (magnetic resonance imaging), tes memori, dan uji fisik. Tak satu pun dari subyek ini menderita kekurangan vitamin B12.Saat para peneliti membandingkan hasilnya, mereka menemukan partisipan yang berkadar vitamin B12 tinggi enam kali lebih sulit mengalami kerusakan otak dibanding yang kadar vitamin B12-nya lebih sedikit. Sayang, para peneliti tidak dapat menyelidiki apakah rendahnya vitamin B12 yang menyebabkan menurunnya daya ingat ini berpengaruh pada ukuran otak."Banyak faktor yang memengaruhi kesehatan otak. Penelitian hanya sekadar memberitahu bahwa konsumsi tambahan vitamin B12 dengan makan ikan, daging, sereal yang difortifikasi atau susu mungkin dapat mencegah kemunduran daya ingat dan melindungi memori kita," jelas Anna Vogiatzoglou MSc dari Universitas Oxford.Karena para ilmuwan tidak menyelidiki apakah konsumsi vitamin B12 akan berpengaruh pada otak lansia yang sudah mulai menurun kemampuannya, efek pengobatan atas vitamin ini belum bisa diketahui. "Tanpa uji klinis, kami tahu bahwa hal ini masih gelap bagi kami. Kami belum tahu apakah suplementasi vitamin B12 akan memberi pengaruh bagi lansia yang mengalami demensia," jelas Vogiatzoglou.


Latih Otak, Singkirkan Demensia

DEMENSIA (pikun) banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50 tahun. Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidup sehat.
Dr Suryo Dharmono dari Divisi Psikiatri Geriatri Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Kamis (19/2), di Jakarta, menjelaskan, demensia adalah gangguan fungsi kognitif menyeluruh dari otak. Hal ini ditandai gangguan fungsi memori atau daya ingat.
Awalnya memori jangka pendek yang terganggu disusul jangka menengah dan panjang, tergantung tingkat keparahannya, ujarnya. Kondisi ini disertai satu atau lebih gangguan fungsi kognitif lain di antaranya kemampuan berbahasa, orientasi, eksekutif atau kemampuan bertindak secara berencana dan mengambil keputusan, berhitung dan pengenalan benda.
Gangguan fungsi kognitif ini bisa disebabkan alzheimer yang dikenal sebagai demensia alzheimer. Penyebab lain adalah, gangguan pembuluh darah otak yang dikenal sebagai demensia vaskular di antaranya stroke, sumbatan kecil pada pembuluh darah otak yang meluas sehingga banyak sel-sel otak yang mati. "Kemunduran fungsi kognitif ini bersifat menetap," ujarnya.
Menurut Suryo, kemunduran fungsi kognitif pada alzheimer umumnya kronik dan progresif. Jadi, prosesnya perlahan dan bertahap. Adapun penurunan fungsi kognitif pada demensia vaskular tergantung pada jenis gangguannya, bisa akut bila terjadi gangguan pembuluh darah secara mendadak, dan akan menurun lagi bila serangan itu berulang.
Ada beberapa faktor risiko terjadinya demensia yaitu genetik, pola hidup tidak sehat di antaranya kebiasaan merokok, hipertensi, kadar gula darah berlebih, dan depresi yang berlangsung terus-menerus atau berulang. Infeksi HIV dan defisiensi vitamin B juga meningkatkan risiko terkena demensia.
"Prevalensi demensia adalah, 3 persen dari populasi penduduk usia 60 tahun ke atas, makin tua angka kejadiannya akan terus meningkat," kata dia.
Namun, demensia juga bisa dialami mereka yang berusia di atas 40 tahun atau disebut demensia onset dini. Hal ini bisa terjadi pada seseorang yang ada riwayat keluarga terserang demensia alzheimer atau faktor genetik, dan juga menderita gangguan pembuluh darah, apalagi bila ditambah dengan adanya depresi berkepanjangan.
Gejala awal demensia adalah, kemunduran fungsi kognitif ringan di antaranya kemampuan mempelajari hal baru mundur sekali, ingatan terhadap peristiwa jangka pendek menurun, kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. Pada tahap lanjut, gejalanya antara lain sulit mengenali benda, tidak bisa bertindak secara berencana, sukar mengenakan pakaian, dan sulit memperkirakan jarak. Saat mengemudi, penderita demensia sulit menjaga jarak dan mengkoordinasi anggota tubuh, ujarnya.
Untuk mencegah terjadinya demensia, Suryo menganjurkan agar kita aktif melatih otak. Berbagai kegiatan yang bisa dilakukan antara lain, banyak membaca, terlibat kegiatan keilmuan, membiasakan diri mengisi teka-teki silang, dan beberapa aktivitas berkaitan kerja otak lainnya. Hal ini diimbangi dengan menerapkan pola hidup sehat dan berolahraga secara teratur. Ini juga bisa dilakukan oleh seseorang saat memasuki masa pensiun. "Jadi, meski sudah lanjut usia, bukan berarti kita tidak perlu lagi melatih otak kita dengan berbagai aktivitas," kata Suryo.



Ruangan Kantor Pun Berpotensi Timbulkan Penyakit

Rabu, 18 Februari 2009 21:10 WIB
SIAPA menyangka di dalam ruangan yang sejuk dan bersih radikal bebas masih terus mengancam. Banyak pekerja kantoran mengeluhkan kesehatan mereka makin menurun, di antaranya mata sering berair, sulit konsentrasi, sampai gangguan saluran pernapasan.
dr Handy Purnama, Medical Marketing Manager PT. Bayer Healthcare Consumer Care, di Jakarta, Rabu (18/2), mengatakan, berdasar penelitian yang dilakukan sekitar 10 sampai 15 tahun lalu, ditemukan gejala-gejala seperti itu pada pekerja kantoran.
"Tapi kalau mereka memeriksakan diri ke dokter tidak ada nama spesifik dari penyakit itu," ujar Handy.
Dengan majunya pengetahuan, penyakit yang dinamakan sick building syndrome (SBS) diketahui. "Gejala-gejalanya persis seperti dikeluhkan para karyawan itu," kata Handy.
Dua belas jam dalam sehari bisa dihabiskan para pekerja di kantor. Selama bertahun-tahun, rutinitas ini dilakukan. Sayang, kerap kali gejala-gejala SBS tidak disadari si penderita. Padahal, jika berlarut, penyakit ini dapat terakumulasi dengan penyakit-penyakit lain yang berdampak buruk bagi kesehatan secara umum.
"SBS disebabkan oleh radikal bebas yang berasal dari debu yang dibawa para pekerja dari luar. Perkakas kantor pun dapat menjadi sumber radikal bebas. Mesin foto kopi, AC, bahkan debu yang tersimpan dalam tumpukan barang-barang di kantor dapat menyebabkan radikal bebas," papar Handy.
Meski tubuh mempunyai antioksidan sendiri, zat penangkal radikal bebas, jika terlanjur banyak radikal bebas yang masuk tubuh dan mengendap, maka butuh penanganan khusus. Cara ampuh yang dapat dilakukan adalah dengan mengonsumsi vitamin.
"Vitamin yang dikonsumsi tidak dapat satu jenis saja, diperlukan beberapa jenis vitamin seperti A, B, E," terang Handy. Bila hanya salah satu yang dikonsumsi, upaya penangkalan tidak maksimal. Radikal bebas masih bebas hidup.
Selain vitamin-vitamin, asupan mineral seperti zinc dan selenium juga dibutuhkan tubuh untuk membantu mengeluarkan sampah-sampah yang menumpuk.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar